Prasasti Bahasa dan Sastra Indonesia

Kamis, 27 November 2014

Kajian Psikologi Sigmund Freud pada Tokoh Aku dalam Cerpen Bola Lampu Karya Asrul Sani

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Teori Psikologi Sigmund Freud
Menurut freud kehidupan jiwa individu memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni: sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Pada tahun 1923 freud mengajukan teori kepribadian dengan struktur id, ego dan superego. Struktur baru ini tidak menggantikan struktur lama, tetapi melengkapi gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya. Freud berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan produk interaksi dari ketiga sistem, yaitu : id, ego dan superego. Artinya, bahwa setiap tingkah laku itu ada unsur nafsu (dorongan), unsur kesadaran nyata dan unsur pengendalian : terlepas benar atau salah, baik atau buruk ( fudyartanta, 2006:102). Ketiga sistem pembentuk kepribadian manusia tersebut mempunyai fungsi, sifat, komponen, prinsip kerja, dinamisme dan mekanisme yang berbeda.
1. Id
Id adalah sistem kepribadian yang paling dasar, sistem yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan. Id adalah sistem yang bertindak sebagai penyedia atau penyalur energi yang dibutuhkan oleh ego dan superego untuk operasi-operasi atau kegiatan-kegiatan yang dilakukannya. Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle), yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Id adalah satu-satunya komponen kepribadian yang hadir sejak lahir. Sebagai contoh, peningkatan rasa lapar atau haus harus menghasilkan upaya segera untuk makan atau minum. Id ini sangat penting awal dalam hidup, karena itu memastikan bahwa kebutuhan bayi terpenuhi. Jika bayi lapar atau tidak nyaman, ia akan menangis sampai tuntutan id terpenuhi. Id adalah sumber segala energi psikis, sehingga komponen utamanya adalah kepribadian.


2. Ego
Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan (reality principle). Ego berkembang dari id agar individu mampu menangani realita; sehingga ego beroperasi mengikuti prinsip realita. Ego berusaha memperoleh kepuasan yang dituntut id dengan mencegah terjadinya tegangan baru atau menunda kenikmatan sampai ditemukan objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Menurut freud, ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimilki dan dijalankan ego sehubungan dengan upaya memuaskan kebutuhan atau mengurangi ketegangan individu adalah proses sekunder. Dengan proses sekundernya ini, ego memformulasikan rencana bagi pemuasan kebutuhan dan menguji apakah rencana tersebut bisa dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian, ego bagi individu tidak hanya bertindak sebagai penunjuk kepada kenyataan, tetapi juga berperan sebagai penguji kenyataan (reality tester). Dalam memainkan peranannya ini ego melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yakni fungsi kognitif dan intelektual. Dalam struktur kepribadian, ego mempunyai peranan sebagai eksekutif (pelaksana) dari kepribadian.
3. Superego
Superego adalah sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik buruk). Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagai lawan dari prinsip kepuasan id dan prinsip realistik ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Menurut freud, superego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah figur yang berperan, berpengaruh, atau berarti bagi individu tersebut seperti orang tua dan guru. Adapun fungsi utama dari superego adalah: (a) sebagai pengendali dorongan-dorongan atau impuls-impuls naluri id agar impuls-umpuls tersebut disalurkan dalam cara atau bentuk yang dapat diterima oleh masyarakat, (b) mengarahkan ego pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan moral ketimbang dengan kenyataan, (c) mendorong individu mencapai kesempurnaan. Aktivitas superego dalam diri individu, terutama apabila aktivitas ini bertentangan atau terjadi konflik dengan ego, akan muncul dalam bentuk emosi-emosi tertentu seperti perasaan bersalah dan penyesalan. Sikap-sikap tertentu dari individu seperti observasi diri, koreksi atau kritik diri, juga bersumber pada superego.
B.      Cerpen Bola Lampu Karya Asrul Sani
1.      Identitas Cerpen
Judul                                  : Bola Lampu
Pengarang                         : Asrul Sani
Tentang Pengarang          : Asrul Sani lahir di Rao, Sumatera Barat, 10 Juni 1927. Meraih gelar Doktorandus di bidang Kedokteran Hewan pada tahun 1956. Antara 1951-1953 sempat belajar di akademi Seni Drama di Amsterdam, Belanda, lalu belajar film di University of Southern California, Amerika tahun 1955-1956.

2.      Cerpen

Bola Lampu
Beberapa waktu yang lalu seorang sahabat menceritakan cerita sebagai berikut kepada saya:  Pernah sekali saya memperoleh penyakit cinta lampu dan cinta matahari. Cinta matahari ini tidak berapa lama, hanya seminggu, yaitu sewaktu saya masih bekerja antara pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore. Kalau pukul 1 memperoleh waktu beristirahat seperti untuk makan tengah hari, terlebih dahulu saya memandang mengap-mengap ke langit seperti ikan di daratan, baru saya pergi makan. Penyakit cinta ini demikian mendalamnya, sehingga sesudah seminggu saya tidak tahan lagi, lalu minta berhenti. Sekarang saya mengeluh kepanasan kalau berjalan dalam cahaya matahari. Lagi pula ia tidak memberi akibat apa-apa kepada saya. Penyakit cinta lampu saya lebih berat: Dan saya tidak menyangka-nyangka bahwa ia akan berkesudahan dengan kecewa, geram, malu. Begini jalannya. Saya tinggal pada suatu keluarga orang baik-baik yang bercita-cita masuk surga dan yang suka menolong orang supaya mendapat balasan jasa. Karena baiknya mereka ini, maka saya telah dianggap anggota keluarga — moga-moga Tuhan merahmati mereka dengan jalan memberi mereka rumah yang lebih besar, lebih banyak kursi dan meja, tempat tidur, dan sebagainya. Nah, karena saya telah masuk anggota keluarga, sudah tentu  saja harus ikut sakit senang.  Sekali datang seorang anak muda hendak membayar makan. Ini adalah suatu celaka buat saya. Karena anak muda ini — ia perlente — memerlukan lampu untuk melancung dan untuk tidur (ia tidak memerlukan lampu antara pukul 6 dan pukul 12 malam). Akibatnya ialah lampu yang ada dalam kamar saya harus diperkecil, diperkecil lagi, hingga jadinya terlalu amat kecil. Sudah itu timbul pula semacam kemauan yang tidak tertahan-tahan: hendak membaca, hendak menulis, hendak mengarang, pendeknya hendak segala-galanya, asal saja untuk itu diperlukan lampu yang terang. Nah, sejak itulah saya mendapat penyakit cinta lampu. Ada-ada saja. Waktu itu, kalau saya melihat lampu terang, terus timbul rasa sentimentil, agak-agak rindu dendam dalam hati saya. Kepada orang saya tanyakan, kalau-kalau mereka ada yang mempunyai lampu yang terang di rumah. Kalau dijawab ada, saya terus iri hati. Inilah orang yang paling berbahagia. Saya maklum apa sebabnya orang-orang yang tinggal di Jalan Madura misalnya berbahagia besar kelihatannya. Semata-mata karena mempunyai lampu yang terang, paling kurang 60 lilin. Filsafat hidup saya berputar sekeliling lampu. Lampu mengenakkan makan, menyehatkan otak, dan barangkali juga memperenak tidur.  Dalam pada itu saya berkenalan dengan seorang gadis yang baik, yang cantik, dan yang menurut sahabat saya tidak begitu "dingin". Perkenalan ini baik jalannya, sehingga saya berjanji akan datang sekali-sekali ke rumahnya. Rumahnya baik, lampunya besar hingga saya katakan kepadanya bahwa saya iri hati benar melihat kebahagiaannya. Lalu ia bertanya mengapa begitu benar. Saya katakan bahwa saya tidak mempunyai lampu sebesar punya mereka. Ayahnya berkata: "Datang-datanglah kemari kalau begitu. Di sini lampu terang." Sesudah itu saya datang sekali seminggu. Gadis itu makin lama makin cantik kelihatannya, makin banyak aksi, makin "panas". Saya makin kerap kali datang, sampai tiap malam. Setiap datang saya membawa buku untuk dibaca — sampai sekarang belum juga tamat. Akhimya saya rasa bahwa saya datang ke rumah itu bukan karena melihat lampu terang. Saya datang karena dia ada di situ. Tetapi meskipun begitu, setiap, saya datang saya berkata: "Ah, alangkah senangnya hati jika mempunyai lampu seterang itu." Ia tersenyum mendengar perkataan saya. Apa maksudnya, entahlah. Penyakit saya tidak hilang. Dahulu saya berpenyakit "cinta lampu". Sekarang nama penyakit saya cinta "bola lampu". Suatu kali saya mendapat kiriman dari gadis sahabat saya itu. Bungkusannya besar dan bagus dan di sampingnya ada lagi sepucuk surat bersampul biru. Waktu bungkusan itu saya buka, saya temui di dalamnya bola lampu 60 lilin. Hilang akal saya melihat bola lampu itu, Apa maksudnya? Dalam suratnya tertulis, "Sahabat senang benar hati saya, dapat mengirim engkau bola lampu ini".  Sekarang saya tahu maksudnya. Mereka di sana telah bosan melihat tampang saya yang datang setiap malam. Sekarang dikirimkannya bola lampu, supaya saya jangan lagi "rindu lampu". Sebetulnya kalimat itu harus berbunyi, "Sahabat ..senang benar hati saya dapat mengirim engkau bola lampu ini, sehingga engkau. tidak punya alasan lagi untuk menyatakan senang hati melihat lampu dan mulai saat ini tidak usah lagi engkau datang-datang". Nah, ini dia. Celaka tiga belas telah datang. Semenjak itu tidak pemah lagi saya datang ke rumah gadis itu. Kamar saya tetap gelap. Bola yang 60 lilin itu juga tidak -saya pasang, karena jumlah watt untuk menghidupkannya tidak cukup. Demikianlah, karena tak ada lampu, saya beroleh penyakit cinta lampu. Lalu saya beroleh kiriman bola lampu. Karena kiriman ini saya kehilangan "bola lampu" yang lain, yang menurut pikiran saya tidak akan kurang dari 200 lilin cahayanya. Dalam cahaya yang besar ini rasanya akan dapat saya mengarang sebuah cerita yang 300 halaman tebalnya.


C.      Unsur Intsinsik dan Ekstrinsik Cepen Bola Lampu Karya Asrul Sani
1.      Unsur Intrinsik
a.      Tema
Cerpen Bola Lampu karya Asrul Sani bertemakan tentang seseorang yang mempunyai ambisi terhadap suatu hal yang ingin segera diwujudkannya. Ambisi atau keinginan yang menggebu telah membuatnya menjadi orang yang terlalu berangan-angan.

b.      Tokoh
Cerpen “Bola Lampu” karya Asrul Sani menggunakan bentuk penokohan  “ Aku “ tokoh utama. Teknik ini mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah dalam dirinya sendiri maupun fisik. Tokoh “ aku “ dalam teknik ini disebut sebagai tokoh utama,first-person central yang tentunya praktis akan menjadi tokoh protagonis. Dalam cerpen ini tidak ada satu tokoh pun yang memiliki nama atau yang disebut namanya. Siapa yang menjadi tokoh sahabatpun tidak diketahui siapa, dia tidak beruntung dicatat sejarah. Begitu pun dengan tokoh lainnya, seperti gadis cantik, ayah dari gadis cantik dan tokoh lain yang terlibat dalam cerpen ini.
c.       Alur
Cerpen ini menggunakan alur mundur, peristiwa-peristiwa yang menjadi bagian penutup diutarakan terlebih dahulu baru menceritakan peristiwa-peristiwa pokok melalui kenangan atau masa lalu salah satu tokoh. Namun dalam cerpen ini menggunakan model menceritakan kembali kisah seorang tokoh atau yang biasa disebut flashback, seperti kutipan dibawah ini.
Semenjak itu tidak pemah lagi saya datang ke rumah gadis itu. Kamar saya tetap gelap. Bola yang 60 lilin itu juga tidak -saya pasang, karena jumlah watt untuk menghidupkannya tidak cukup. Demikianlah, karena tak ada lampu, saya beroleh penyakit cinta lampu. Lalu saya beroleh kiriman bola lampu. Karena kiriman ini saya kehilangan "bola lampu" yang lain, yang menurut pikiran saya tidak akan kurang dari 200 lilin cahayanya.

d.      Latar
1)      Latar Tempat
Latar tempat dalam cerpen ini tidak digambarkan secara spesifik. Namun ada beberapa bagian yang menyiratkan dimana terjadinya peristiwa. Seperti kutipan dibawah ini:
(1). Saya maklum apa sebabnya orang-orang yang tinggal di JalanMadura misalnya berbahagia besar kelihatannya. Semata-mata karena mempunyai lampu yang terang, paling kurang 60 lilin
(2). Rumahnya baik, lampunya besar hingga saya katakan kepadanya bahwa saya iri hati benar melihat kebahagiaannya. Lalu ia bertanya mengapa begitu benar. Saya katakan bahwa saya tidak mempunyai lampu sebesar punya mereka. Ayahnya berkata: "Datang-datanglah kemari kalau begitu. Di sini lampu terang." Sesudah itu saya datang sekali seminggu.
Berdasarkan dua kutipan dari cerpen tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa peristiwa terjadi di rumah seseorang di sekitar  jalan Madura atau tidak jauh dari jalan Madura.

2)      Latar Waktu dan Suasana
Latar waktu yang digunakan dalam cerpen ini adalah pada malam hari, dengan suasana gelap tanpa pencahayaan, sperti kutipan dibawah ini.
Kamar saya tetap gelap. Bola yang 60 lilin itu juga tidak -saya pasang, karena jumlah watt untuk menghidupkannya tidak cukup.

e.      Sudut Pandang
Sudut pandang yang digiring Asrul sani untuk menemukan jalan cerita dari cerpen ini adalah jenis sudut pandang persona pertama. “aku” menggunakan “aku” sebagai tokoh tambahan, dalam sudut pandang persona pertama tokoh “aku” muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan, first-person peripherl. Tokoh “aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan dibiarkan mengisahkan sendiri pengalamannya. Seperti kutipan dibawah ini.

(1). Beberapa waktu yang lalu seorang sahabat menceritakan cerita sebagai berikut kepada saya:  Pernah sekali saya memperoleh penyakit cinta lampu dan cinta matahari. Cinta matahari ini tidak berapa lama, hanya seminggu, yaitu sewaktu saya masih bekerja antara pukul 8 pagi sampai pukul 5 sore.

f.        Amanat
Setiap individu akan melewati proses kehidupan masing-masing dan  tidak akan pernah sama dengan proses yang dijalani orang lain. Menjadi seseorang yang ambisius hanya membuat kita sebagai manusia yang kurang pandai bersyukur.

2.      Unsur Ekstrinsik

a.      Latar Belakang Penciptaan
Karya sastra pada hakikatanya merupakan buah hasil dari respon pengarang terhadap lingkungan sekitranya. Pada penciptaan cerpen Bola Lampu menggambarkan kehidupan manusia yang hanya menyebabkan penderitaannya sendiri. Karya-karya Asrul Sani melukiskan betapa pekanya ia terhadap sesama dan lingkungan sekitar.

b.      Kondisi Masyarakat pada Saat Karya Sastra Diciptakan
Tahun 1942-1945 adalah masa pergolakan politik yang sangat pesat sehingga melahirkan angkatan baru yakni angkatan 45. Angkatan 45 merupakan seuatu angkatan yang berada pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Pada angkatan 45 ini terjadi suatu perjuangan rakyat Indonesia yang berimplikasi pada kemerdekaan Indonesia.

c.       Pandangan hidup pengarang/latar belakang
Asrul sani berasal dari keluarga yang terpandang. Ayahnya adalah seotang raja yang bergelar “Sultan Merah Sani Syair Almasyah Yang Dipertuan Sakti RaoMapat” meski membenci Belanda, ayahnya sangat menggemari musik klasik. Oleh karena itu sebelum bersekolah ia sudah mendengar karya-karya terkenal dari Schubert. Ibunya adalah seorang wanita sederhana tetapi sangat memperhatikan pendidikannya. Semenjak kecil ia dimanjakan oleh ibunya dengan buku-buku cerita ternama, tidak salah jika melahirkan karya-karya sastra yang besar meskipun ia adalah seorang dokter hewan.

D.     Struktur Keperibadian (Id, Ego, dan Superego) tokoh “Aku Cerpen Bola Lampu Karya Asrul Sani

1.      Id
Ada-ada saja. Waktu itu, kalau saya melihat lampu terang, terus timbul rasa sentimentil, agak-agak rindu dendam dalam hati saya. Kepada orang saya tanyakan, kalau-kalau mereka ada yang mempunyai lampu yang terang di rumah. Kalau dijawab ada, saya terus iri hati.
Kutipan di atas menunjukkan betapa kuatnya peran id dalam mempengaruhi tokoh “aku”. Id berusaha mendapatkan kesenangan yaitu berupa kepuasan hasrat biologis. Tokoh “aku” kesal karena ia ingin memiliki lampu di rumahbya. Id dalam diri tokoh aku membawa dirinya ke dalam angan-angan mendapatkan lampu terang seperti yang diidamkannya .Selain itu tokoh “aku” merasa iri ketika seseoarang yang ia tanyakan mempunyai lampu . Hal ini menunjukkan bahwa yang berperan kuat dalam dirinya saat itu adalah aspek idnya. Peristiwa ini menunjukkan bahwa tokoh aku memiliki karakter yang mudah kesal ketika keinginannya tidak dapat tercapai.


2.      Ego
Filsafat hidup saya berputar sekeliling lampu. Lampu mengenakkan makan, menyehatkan otak, dan barangkali juga memperenak tidur.  Dalam pada itu saya berkenalan dengan seorang gadis yang baik, yang cantik, dan yang menurut sahabat saya tidak begitu "dingin". Perkenalan ini baik jalannya, sehingga saya berjanji akan datang sekali-sekali ke rumahnya. Rumahnya baik, lampunya besar hingga saya katakan kepadanya bahwa saya iri hati benar melihat kebahagiaannya. Lalu ia bertanya mengapa begitu benar. Saya katakan bahwa saya tidak mempunyai lampu sebesar punya mereka. Ayahnya berkata: "Datang-datanglah kemari kalau begitu. Di sini lampu terang." Sesudah itu saya datang sekali seminggu. Gadis itu makin lama makin cantik kelihatannya, makin banyak aksi, makin "panas".Saya makin kerap kali datang, sampai tiap malam.
Secara Ego tokoh “aku” berkarakter ambisius. Berdasarkan kutipan diatas  id nya berusaha mendapatkan kesenangan, namun tidak didapatkannya. Oleh sebab itu, ia berusaha menghilangkan dan menghindari ketegangan dalam dirinya dengan mendatangi rumah seseorang yang mempunyai lampu terang seperti yang diidamkannya untuk mengobati rasa ingin memilikinya terhadap lampu tersebut, di rumah yang dikunjunginya itu,  ia bisa memuaskan hasrat untuk menikmati terangnya lampu. Usahanya ini dipengaruhi oleh aspek egonya. Aspek ego mengarahkan jalan yang ditempuh, memilih cara-cara menghindari ketegangan dalam diri tokoh “aku”. Namun, hal ini tidak lantas menghilangkan ketidaknyamanan dalam dirinya. Tokoh “aku” tetap berhasrat untuk memiliki lampu yang dipasang di rumahnya, dengan melihat atau menikmati lampu di rumah orang lain baginya sekedar pemuas hasrat sementara.

3.      Superego
Suatu kali saya mendapat kiriman dari gadis sahabat saya itu. Bungkusannya besar dan bagus dan di sampingnya ada lagi sepucuk surat bersampul biru. Waktu bungkusan itu saya buka, saya temui di dalamnya bola lampu 60 lilin. Hilang akal saya melihat bola lampu itu, Apa maksudnya? Dalam suratnya tertulis, "Sahabat senang benar hati saya, dapat mengirim engkau bola lampu ini".  Sekarang saya tahu maksudnya. Mereka di sana telah bosan melihat tampang saya yang datang setiap malam. Sekarang dikirimkannya bola lampu, supaya saya jangan lagi "rindu lampu". Sebetulnya kalimat itu harus berbunyi, "Sahabat.. senang benar hati saya dapat mengirim engkau bola lampu ini, sehingga engkau. tidak punya alasan lagi untuk menyatakan senang hati melihat lampu dan mulai saat ini tidak usah lagi engkau datang-datang". Nah, ini dia. Celaka tiga belas telah datang. Semenjak itu tidak pemah lagi saya datang ke rumah gadis itu. Kamar saya tetap gelap. Bola yang 60 lilin itu juga tidak -saya pasang, karena jumlah watt untuk menghidupkannya tidak cukup.
Berdasarkan kutipan cerpen diatas aspek super egonya mulai berperan menyadarkan tokoh “aku”. Super ego menentang id, dalam diri tokoh aku terjadi pergumulan antara id dan super egonya. Id hanya mementingkan kesenangan, sementara super ego selalu mempertimbangkan aspek moral. Ketika pemuas hasratnya hilang, ia bukan mencari pemuas hasrat lain melainkan tersadar bahwa hasratnya hanya membawanya kearah ambisi yang sia-sia. Tokoh “aku” sadar bahwa apa yang dilakukannya membuat orang disekitarnya dirugikan. Ia sering berkunjung ke rumah orang lain untuk menikmati lampu terang, karena ia sering mengatakan mersa iri terhadap lampu orang tersebut, iapun diberikan lampu seprerti keinginannya. Pertentangan id dan super ego mulai muncul karena ketika hasratnya memiliki lampu terang tercapai ia tidak merasa bahagia. Hal ini dikarenakan kesadarannya mengolah pertanda bahwa lampu yang didapatkannya dari orang lain tersebut adalah sebuah  pesan agar ia tidak datang ke rumah orang tersebut. Hal tersebut memunculkan anggapan bahwa orang yang sering didatanginya untuk merasakan cahaya lampu merasa dirugikan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa tokoh “aku” memiliki karakter ambisius. Namun tetap mempunyai kontrol terhadap hasratnya.
















BAB III
KESIMPULAN


A.     Kesimpulan

Karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung. Misalnya melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya, masyarakat dapat memahami  fenomena-fenomana yang terjadi didalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psike. Pendekatan psikologi sastra memiliki kelebihan karena lebih fokus mengkaji aspek perwatakan. Karya sastra merupakan buah hasil respon pengarang terhadap lingkungan sekitarnya. Cerpen Bola Lampu karya Asrul Sani tidak semata-semata lahir dari kekosongan budaya melainkan bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai dan fenomena-fenomana dalam masyarakat yang disebabkan oleh pola hidup dan tingkah laku individu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar